Me n Tarung Derajat

boxer

 Sejak kecil, entah karena saya adalah anak bungsu atau apa, saya selalu ngefan dengan kakak laki-laki saya. Saya pun selalu meniru apa yang dia lakukan. Dia masuk ke sekolah negri yang ber–ranking di kota Tegal, akhirnya ‘memasuki sekolah negri terkenal’ menjadi cita-cita saya. Dia mengikuti klub beladiri; karate, taekwondo, dll. Maka mengikuti klub beladiri menjadi cita-cita saya selanjutnya. Ya, segala hal yang dia jalani, terasa menjadi tujuan hidup saya juga.

Entah sudah sabuk apa yang sudah disandang kakak saya di karate yang diikutinya. Namun apa mau dikata, saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, badan saya kurus sekali. Walhasil keinginan saya untuk menjadi jagoan dengan cara masuk ke klub beladiri tidak disetujui oleh ibu saya karena saking sayangnya beliau kepada  saya.

Takut patah tulang,

demikian alasan beliau. Hmh.. padahal keinginan itu sudah membuncah di dalam dada, menggebu-gebu sekali.

Waktu terus berjalan, saya melanjutkan studi ke pondok. Sedari awal menjalani studi di pondok, saya emang sudah memperhatikan kegiatan-kegiatan ekskul (ekstra kurikuler-pen) yang ada di pondok. Kira-kira kegiatan apa yang saya minati dan pada akhirnya saya akan masuk ke dalamnya. Yup benar, saya melirik ke jajaran kegiatan beladiri yang ada. Sayang, waktu itu hanya ada pencak silat, dan saya pun tidak tahu pencak silat tersebut aliran apa. Tiada rotan, akar pun jadi. Akhirnya sekitar tahun 2002 yaitu ketika saya duduk di kelas 3, saya pun masuk ke klub pencak silat tersebut. Namun kegiatan tersebut saya jalani selama tidak lebih dari 3 bulan saja.

Setelah lulus dari pondok, saya meneruskan kuliah di IAIN Cirebon. Dari sini-lah sebenarnya awal cerita dimulai. Seiring berjalannya waktu, saya sudah agak lupa dengan keinginan lama saya yang ingin masuk ke suatu klub beladiri tersebut. Saya pun menjalani hidup seperti biasa.

Di kampus  saya, ada banyak Unit Kegiatan Mahasiswa atau yang biasa disebut UKM. Di antara sekian banyaknya UKM tersebut, ada yang termasuk ke kegiatan intra kampus, ada juga yang ekstra kampus. Di antara UKM tersebut juga ada yang termasuk ke UKM beladiri, di antaranya Merpati Putih, dan Boxer.

Awal kali aku membaca tulisan ‘Aa Boxer’, aku langsung berpikir:

wah, petinju. Masa’ cewek jadi petinju rek. Enggak-lah.

Sampai semester 3, saya belum juga masuk UKM Boxer. Akan tetapi, sebenarnya pikiran ini selalu tertuju ke Boxer. Hal itu terbukti dengan pembicaraan saya yang selalu menyinggung-nyinggung tentang boxer. Di sela-sela waktu senggang saya, waktu saya di kelas, pembicaraan saya tidak lain dan tidak bukan selalu saja tertuju tentang ‘boxer’.

Saya  selalu memroforkasi teman-teman agar mereka mau masuk boxer. Yes, berhasil. Ada satu teman saya yang setuju untuk masuk boxer. Setelah kami merencanakan apa-apa yang harus kami persiapkan untuk mendaftar di UKM tersebut, kami pun merealisasikannya.

Ya Allah, rasanya saya bahagia sekali ketika itu. Indahnya kehidupan duniawi saya; sore-sore di waktu santai kami berdua latihan boxer, pulang ke kosan dengan riang gembira . Yeah, its just mundane life. Rather perfect, maybe. he he

O iya, sebenarnya hampir dalam hal-hal yang saya laksanakan, saya selalu meminta pendapat kepada kakak saya. ‘‘mas, gimana ni, ade ikutan boxer’’ saya curhat kepadanya. ‘‘apa? Oh, boxer, ya mas pernah denger beladiri itu, kayanya bagus tuh, ya udah gak apa-apa kalo kamu ikut’’ jawabnya. Yes.  Saya  pun semakin mantap untuk bergabung di klub ini.

Namun Tuhan, ternyata kesenangan itu hanya sesaat. Kesenangan itu hanya dapat saya nikmati tidak lebih dari 3 minggu. Teman saya yang mana saya sangat bergantung kepadanya dalam hal UKM Boxer, keluar dari UKM tersebut. Astaghfirullahaladzim, salah saya juga sih ya, mengapa saya menggantungkan diri kepada makhlukNYA? mengapa saya menggantungkan diri selain kepadaNYA? Ya Allah, ampuni hamba. Akhirnya, saya pun sendiri di klub ini. Jujur, saya adalah gadis yang sangat pemalu. Itulah alasan saya mengapa mencari teman dulu sebelum masuk boxer. Rasanya ingin menangis, tapi saya tidak menangis. Saya mencoba untuk menguatkan diri. Mencoba membuka hati, menjadi pribadi yang menerima ‘something new’. Yeah, thats all. Saya pun bergabung  dengan teman-teman baru saya  tersebut.

Tapi, lama-lama saya pun tidak kuat, saya sudah mencapai puncak dari karang ketegaran saya. Akhirnya saya sempat vakum dari dunia Tarung Derajat sekitar 1 semester. Mencoba menata diri ceritanya. Setelah berpikir panjang, menimbang-nimbang antara hal-hal positif dan negatif jika saya mengikuti UKM ini, saya kuatkan tekad untuk kembali berprestasi di UKM Boxer. Saya pun berangkat latihan lagi. Jujur saya  terkadang malu, rasanya wajah ini merah sekali ketika pulang-pergi latihan boxer sendirian. Malu.. sekali. Namun saya bertekad, saya harus juara! harus. Saya pun menekuni olahraga ini hingga saya menyandang sabuk donker. Setelah sabuk itu, saya agak jarang lagi datang latihan.

Ya teman-teman, itu sedikit atau mungkin sekelumit pengalaman saya ketika latihan di Tarung Derajat. Silahkan, bagaimana tanggapan kalian? barangkali tertarik untuk bergabung?..